Sunday, October 16, 2005

Lomba Kebodohan

Para menteri Kabinet Yudhoyono berlomba-lomba membuat pernyataan untuk menjustifikasi pencabutan subsidi bahan bakar dramatis belakangan ini. Tapi, jauh dari menyejukkan, banyak pernyataan itu menunjukkan sikap tidak sensitif terhadap krisis yang dihadapi rakyat kebanyakan, bahkan cenderung menggelikan.

Sebagai contoh, Menteri Kehutanan MS Kaban akhir pekan ini mengatakan bahwa hutan Indonesia akan habis dalam 15 tahun akibat penebangan liar dan kerusakan. Namun, kata dia, kenaikan harga bahan bakar ada dampak positifnya bagi kelestarian hutan. Tak bisa membeli minyak tanah, kata dia, rakyat akan memanfaatkan kayu hutan untuk bahan bakar. "Akan muncul kesadaran, rakyat harus menanam pohon yang kayunya untuk bahan bakar,” katanya.

Kebutuhan kayu bakar akan seketika, sementara penanaman pohon membutuhkan waktu tahunan. Menteri Kehutanan tidak ingin melihat fenomena bahwa kemiskinan akan punya korelasi kuat justru dengan kerusakan hutan, dan bukan sebaliknya.

Menteri Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengakui kenaikan harga harga bahan bakar akan memukul usaha kecil, namun pengaruhnya tidak terlalu besar yakni peningkatan ongkos produksi kurang dari 15%. Menurut logika sang menteri, usaha yang terpukul hanya usaha yang padat penggunaan bahan bakar, seperti usaha nelayan dan transportasi.

Menteri Koperasi tidak melihat kenyataan bahwa naiknya harga bahan bakar hampir meningkatkan seluruh komponen produksi usaha: dari bahan baku (yang naik akibat lonjakan tarif transportasi) hingga upah pekerja. Bahkan sektor jasa akan terpengaruh berat dengan naiknya tarif listrik yang akan menjadi konsekuensi logis dari naiknya harga bahan bakar.

Tapi, pernyataan paling menggelikan datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mengomentari langkanya elpiji dan naiknya harga gas itu yang gila-gilaan belakangan ini, dia mengatakan ”Itu tandanya bagus.” Kalla melihatnya sebagai gejala perubahan pola konsumsi energi masyarakat dari minyak tanah (yang mahal) ke elpiji akibat pencabutan subsidi yang dilakukan pemerintah.

Voila! Orang miskin, yang kini kesulitan membeli minyak tanah, telah mengalami ”sofistikasi” menggunakan gas elpiji yang harga tabungnya saja bisa mencapai Rp 300 ribuan, belum lagi harga gas yang kini melonjak jadi Rp 75 ribu per tabung.*